Free Blooming Purple Rose Cursors at www.totallyfreecursors.com

Jumat, 27 Mei 2011

Mengapa Kaum Muslimin Mundur Dan Kaum Selainnya Maju?


Pertanyaan di atas merupakan judul sebuah buku terkenal karya Amir Syakib Arsalan yang ditulis pada awal abad ke dua puluh. Beliau menulisnya sebagai hasil analisanya terhadap kondisi terpuruk dan terpecah-belahnya ummat Islam pada masa itu. Sesudah hampir satu abad sejak ditulis, ternyata isi bukunya masih cukup relevan dengan realitas ummat Islam dewasa ini.
Beliau menjadi saksi sejarah keruntuhan Kesultanan Turki Utsmani serta semakin mencengkeramnya fihak imperialis penjajah Eropa di berbagai negeri Islam. Beliau mencatat bagaimana negeri-negeri Islam tidak berdaya dijajah oleh aneka penjajah, seperti Inggris, Perancis, Itali, Belanda dan beliau sangat risau serta prihatin dengannya. Akhirnya beliau menjadi heran sehingga mengajukan pertanyaan di atas: “Mengapa Kaum Muslimin Mundur Dan Kaum Selainnya Maju?”
Secara garis besar Syakib Arsalan berkesimpulan bahwa kaum muslimin menjadi mundur dikarenakan mereka meninggalkan agama mereka dienullah Al-Islam. Sedangkan fihak Eropa barat kafir justeru menjadi maju karena mereka meninggalkan agama mereka, yaitu agama nasrani atau kristen. Mengapa bisa demikian? Karena Islam adalah agama yang benar, sempurna dan saling menyempurnakan antara satu bagian dengan bagian lainnya. Sedangkan agama para penjajah merupakan agama yang telah kehilangan keasliannya. Agama Nasrani telah mengalami banyak penyimpangan serta kontaminasi nilai akibat ulah tangan-tangan jahil para rahib, pendeta dan pastornya. Mereka telah sengaja merubah isi Al-Kitab Bible di sana-sini. Perubahan tersebut dilakukan karena berbagai kepentingan duniawi dan hawa nafsu. Oleh sebab itu Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم pernah bersabda:
لَا تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ وَقُولُوا
آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ الْآيَةَ
"Jangan kalian benarkan ahli kitab, dan jangan pula kalian mendustakannya, dan katakan saja “Kami beriman kepada Allah, dan apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu”."(HR Bukhari 6816)
Sedangkan sumber utama ajaran Al-Islam, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah, keduanya memperoleh jaminan terpelihara keasliannya dari Allah سبحانه و تعالى :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS Al-Hijr 9)
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى
“...dan tiadalah yang diucapkannya (Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم ) itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),” (QS An-Najm 3-4)
Selain itu, kaum muslimin menjadi mundur saat meninggalkan agamanya karena Islam dan ilmu pengetahuan berjalan seiring. Sehingga begitu kaum muslimin meninggalkan Islam secara otomatis juga meninggalkan ilmu pengetahuan, maka akibatnya mereka menjadi mundur. Sebaliknya, kaum kafir Eropa memiliki agama yang diwakili oleh fihak gereja pada abad kegelapan. Dan bukan rahasia lagi bahwa pada masa itu banyak doktrin dan ajaran fihak gereja alias agama Nasrani bertolak belakang dengan ilmu pengetahuan. Sehingga ketika masyarakat kafir Eropa berontak terhadap belenggu gereja mereka secara otomatis mendekat kepada ilmu pengetahuan dan itu menyebabkan mereka menjadi maju.
Dalam situasi seperti itu Amir Syakib Arsalan membedah persoalan kaum muslimin. Dengan piawai beliau berhasil merumuskan secara tertib rangkaian sebab mundurnya kaum muslimin dan majunya kaum selainnya. Ada lima sebab menurutnya. Dan kelima sebab tersebut memiliki hubungan sebab-akibat satu sama lainnya. Uniknya lagi, kelima sebab tersebut jika kita perhatikan baik-baik, masih sangat relevan dengan keadaan kaum muslimin hingga saat ini. Kelima sebab tersebut ialah sebagai berikut:
1. Jauh dari Kitabullah Al-Qur’anul Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyyah
2. Hilangnya tsiqoh (kepercayaan) terhadap Islam – inhizamun dakhily (inferior/rendah diri)
3. At-Taqlid (mengekor secara mambabi buta)
4. At-Tafriqoh (perpecahan)
5. Tertinggal dalam berbagai urusan dunia
Pertama, kaum muslimin pada umumnya jauh dari dua sumber utama kemuliaan mereka, yakni Kitabullah Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Padahal Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم secara gambalang mewasiatkan agar kita senantiasa berpegang teguh kepada kedua warisan suci tersebut. Hanya dengan bersikap demikianlah kita tidak bakal menjadi tersesat dari jalan lurus yang Allah سبحانه و تعالى telah bentangkan bagi orang-orang beriman.
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda: "Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya." (MALIK - 1395)
Semestinya kedua perkara ini menjadi rujukan utama kaum muslimin, baik dalam urusan kecil maupun besar, baik urusan pribadi maupun bermasyarakat. Kedua perkara ini merupakan sumber kemuliaan dan kebanggaan kaum muslimin. Jika mereka akrab dengannya, niscaya mereka menjadi mulia. Jika mereka jauh dari keduanya, niscaya mereka akan dihinggapi kehinaan sebagaimana yang tampak dewasa ini.
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ
وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ
“Andai kata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS Al-Mukminun 71)
Realitasnya, dewasa ini hubungan kaum muslimin umumnya jauh dari kedua sumber utama ajaran Islam tersebut. Kalaupun ada hubungan biasanya hanya hubungan parsial. Ada yang hubungannya dengan Al-Qur’an hanya sebatas tilawah (membacanya). Atau kalaupun ada yang lebih daripada itu ialah hubungan tahfizh (menghafalkannya). Ini bukan berarti kita tidak menganggap penting aktifitas tilawah dan tahfizh Al-Qur’an. Tetapi masalahnya ini tidaklah cukup. Allah سبحانه و تعالى tidak menurunkan Al-Qur’an dengan maksud sebatas itu. Allah سبحانه و تعالى menurunkan Al-Qur’an agar menjadi petunjuk, pedoman hidup bagi ummat Islam, bahkan segenap ummat manusia. Allah سبحانه و تعالى menghendaki agar dengan berpedoman kepada Al-Qur’an ummat manusia keluar dari kegelapan jahiliyah menuju terangnya hidayah cahaya Islam. Maka sepatutnya kaum muslimin juga tadabbur (memahami) dan tathbiq (mengamalkan) Al-Qur’anul Karim.
Tetapi hal di atas tidak terjadi. Malah banyak muslim yang lebih bangga hidup berpedoman kepada berbagai sumber kebanggaan selain daripada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi صلى الله عليه و سلم . Mereka bangga dengan berbagai kitab karya manusia. Ada yang lebih bangga dengan kitab warisan nenek moyangnya yang bukan Islam. Ada yang membanggakan kitab produk kaum kuffar Eropa. Ada yang membanggakan kitab lokal-tradisional suku atau bangsanya yang bukan berpedoman kepada Kitabullah. Dan banyak lagi lainnya. Padahal Allah سبحانه و تعالى sudah memperingatkan apa yang bakal terjadi jika mereka meninggalkan sumber kebanggaan yang berasal dari Allah سبحانه و تعالى dan Sunnah Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم .
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُواالسُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“...dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-An’aam 153)
Kedua, Hilangnya tsiqoh (kepercayaan) terhadap Islam – inhizamun dakhily (inferior). Dikarenakan kaum muslimin jauh dari sumber kebanggaan dan kemuliaannya, maka mulailah tumbuh sikap minder atau malu menjadi seorang muslim. Mulailah kaum muslimin terjangkiti penyakit inferior (rendah diri) untuk menampilkan nilai-nilai Islam dalam kesehariannya. Mereka tidak ingin dianggap terbelakang dan ketinggalan zaman. Sedangkan agama Islam sudah terlanjur di-asosiasi-kan dengan segala sesuatu yang mengindikasikan keterbelakangan dan ketinggalan zaman. Hilang sudah kebanggaan diri sebagai seorang muslim. Padahal di dalam Al-Qur’an justeru Allah سبحانه و تعالى muliakan orang-orang beriman dengan menamakan mereka kaum muslimin.
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ
أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا
“Dia (Allah سبحانه و تعالى ) telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian muslimin dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini.” (QS Al-Hajj 78)
Karena jauh dari Al-Qur’an, maka kaum muslimin menjadi seolah tidak pernah membaca ayat di atas. Mereka tidak sadar bahwa justeru tampil dengan identitas Islam merupakan tuntutan dari Allah سبحانه و تعالى dan barangsiapa bangga dengan nilai-nilai Islam berarti ia sedang mengejar ridha Allah سبحانه و تعالى . Dan ini berarti mereka belum benar-benar beriman. Sebab Allah سبحانه و تعالى berjanji bahwa barangsiapa yang beriman dengan benar, niscaya hilanglah rasa rendah diri dan kesedihan hidupnya.
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran 139)
Ketiga, At-Taqlid (mengekor secara mambabi buta). Karena sudah tidak memiliki tsiqoh (kepercayaan) terhadap Islam sebagai jalan hidup, maka mulailah kaum muslimin melirik berbagai ajaran selain agama Allah سبحانه و تعالى .
Karena mereka minder menyebut diri sebagai muslim, minder bila tampil dengan identitas Islam semata, tidak yakin bakal diterima di tengah masyarakat modern bila hanya mengkampanyekan Islam saja, maka mulailah mereka mencari alternatif lain yang diyakini bakal lebih “laku” di tengah zaman penuh fitnah ini. Mulailah mereka mencari alternatif lain yang mereka yakini bakal secara cepat mendatangkan dukungan luas masyarakat. Sambil melupakan pentingnya dukungan Allah سبحانه و تعالى sebelum segala sesuatunya. Apalah artinya mendapat dukungan luas masyarakat bila Allah سبحانه و تعالى tidak ridha. Jauh lebih penting dan sudah semestinya kaum muslmin selalu mengutamakan dukungan atau ridha Allah سبحانه و تعالى daripada dukungan masyarakat luas. Walaupun sudah barang tentu ideal bila dapat memperoleh dukungan Allah سبحانه و تعالى sekaligus dukungan masyarakat luas. Tetapi di zaman penuh fitnah seperti sekarang ini, pilihan yang ada seringkali sangat pahit. You can”t win them all...!
Masing-masing diri dan kelompok mencari seruan, jalan hidup, ideologi, pandanganhidup, nilai-nilai selain Islam yang dia lebih tsiqoh kepadanya. Lalu mereka mengikutinya dengan semangat taqlid alias membabi-buta. Mereka tidak mengkritisi ajaran baru yang mereka pandang menjadi solusi lebih baik dari Islam, baik mengikutinya secara murni maupun dengan mengkombinasikannya bersama ajaran Islam. Biasanya sebelum mereka taqlid dengan ajaran baru tersebut mereka mengaku sudah meneliti dan mempelajarinya secara mendalam. Dan kesimpulannya mereka katakan bahwa ajaran baru tersebut sejalan alias tidak bertentangan dengan Islam. Itulah sebabnya mereka menganutnya.
Mereka lupa bahwa kalaupun ajaran baru itu tampak sejalan dengan Islam, namun ia merupakan produk manusia yang sudah barang tentu tidak sempurna bebas-cacat dan penyimpangan, serta tidak pantas disetarakan, apalagi ditinggikan lebih daripada ajaran produk Allah سبحانه و تعالى . Subaahanallahi ‘amma yusyrikun (Maha Suci Allah سبحانه و تعالى dari apa-apa yang mereka persekutukan/asosiasikan). Dan lagi, kalaupun ada ajaran selain Islam yang “sejalan” dengan Islam, mengapa tidak merasa cukup dengan menganut Islam saja? Mengapa harus lebih mengedepankan ajaran selain Islam-nya? Mengapa tidak Islam-nya saja yang dikedepankan? Bukankah Allah سبحانه و تعالى sudah mengarahkan kita untuk senantiasa menampilkan Islam dan mengaku muslim dalam berbagai kiprah saat kita mengajak manusia menuju Allah سبحانه و تعالى alias saat sedang terlibat dalam aktifitas mengajak manusia yang biasa dikenal dengan istilah ad-da’wah..?
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ
وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru (mengajak) kepada Allah سبحانه و تعالى , mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk kaum muslimin (orang-orang yang berserah diri)?"(QS Fushilat 33)
Mulailah penyakit taqlid alias mengekor secara membabi buta menjadi fenomena di tengah kaum muslimin. Yang terlalu kagum dengan asal-usul identitas bangsa dan nenek moyangnya mengambil nasionalisme. Yang over-kagum dengan tatanan sosial masyarakat barat mengambil sekularisme dan demokrasi. Yang berlebihan mengutamakan toleransi dan perdamaian mengambil pluralisme. Yang tidak kuasa mengendalikan hawa nafsunya dan terlena dengan kesenangan dunia fana mengambil liberalisme dan hedonisme. Yang mendewakan akalnya sibuk berlomba mengejar ketertinggalan di bidang materi, sains dan teknologi, tanpa melihat halal-haramnya. Yang mengutamakan aspek spiritual modern mengambil new age religion. Yang mengutamakan spiritual tradisional mengambil faham kearifan lokal alias mistik-klenik.
Pendek kata, masing-masing telah memiliki alternatif lain ajaran yang diikuti selain Islam. Ada yang terang-terangan mengaku mengikutinya tanpa menyertakan Islam dalam identitasnya. Tetapi yang kebanyakan adalah yang malu-malu untuk mengaku bahwa ia telah menganut ajaran selain Islam dan meninggalkan Islam. Sehingga akhirnya mereka cenderung mengkombinasikannya dengan Islam sebagai identitas. Artinya ajaran barunya itu biasanya “dicantolkan” bersama dengan identitas Islam yang -kata mereka- masih mereka anut. Akhirnya muncullah istilah-istilah asing seperti Islam-nasionalis, Islam-demokrat, Islam-liberalis, Islam-modernis, Islam-pluralis, Islam-progressif, Islam-universalis, Islam-humanis, Islam-spiritualis dan lain sebagainya. Pada prakteknya justeru ajaran selain Islam yang ditempelkan kepada identitas Islam itulah yang lebih diutamakan daripada Islamnya itu sendiri. Perlu diingat bahwa Islam-plus atau Islam-minus atau apapun namanya dia bukanlah Islam. Sebab Islam adalah Islam. Ia adalah agama Allah سبحانه و تعالى yang telah sempurna. Tidak memerlukan tambahan dan tidak sepatutnya dikurangi atau ditawar-tawar...!
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS Al-Maidah 3)
Keempat, At-Tafriqoh (perpecahan). Karena masing-masing kelompok tenggelam di dalam kebanggaan ajaran selain Islam, maka otomatis merebaklah perpecahan di dalam tubuh ummat Islam. Masing-masing kelompok membanggakan seruan kelompoknya. Padahal seruannya sudah tidak murni ajaran Allah سبحانه و تعالى . Lalu apa yang mereka harapkan? Apakah mereka mengira jika manusia menyambut seruan mereka berarti itu pertanda benarnya seruan mereka? Inilah dua pasal yang dibahas dengan tajam oleh Syakib Arsalan: (1) Dalam Berjuang jangan Membanggakan Jumlah Pengikut dan (2) Kemenangan Suatu Ummat Tidak Bergantung Kepada Kuantitas Tetapi Kualitas.
Mereka menjadi sibuk mengutamakan kuantitas pengikut, kohesitas kelompok, daya konsolidasi dan kemampuan mobilisasi anggotanya daripada memfokus kepada substansi ajaran yang mereka serukan. Padahal sudah jelas di dalam Al-Qur’an Allah سبحانه و تعالى menyuruh ummat Islam untuk memastikan komitmen kepada agama Allah سبحانه و تعالى sebelum membangun soliditas kebersamaan. Bahkan komitmen murni dan konsekuen kepada agama Allah سبحانه و تعالى itulah syarat lahirnya sebuah jama’ah yang solid, mumpuni, tidak terpecah dan selamat di dunia-akhirat.
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
“Dan berpegang-teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS Ali Imran 103)
Ayat ini sering disalah-fahami sebagai ayat yang memerintahkan pentingnya جَمِيعًا (berjamaah). Padahal berjamaah merupakan hasil dari pelaksanaan perintah utama di dalam ayat ini, yakni وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ (berpegang-teguhlah kamu kepada tali (agama) Allah). Bila sekumpulan muslim berpegang-teguh secara murni dan konsekuen kepada agama Allah, niscaya kesatuan hati di antara mereka Allah سبحانه و تعالى tumbuhkan. Mereka menjadi akrab satu sama lain, baik secara resmi berada di dalam satu kelompok maupun tidak. Tapi sebaliknya, berbagai pengelompokan yang berlandaskan selain agama Allah, baik secara eksplisit maupun tersamar alias malu-malu, maka ia tidak akan dijamin kesatuan hatinya, Kalaupun tampak solid, ia hanya akan solid sebatas tampilan luar saja dan sebatas di dunia saja, sedangkan di akhirat mereka pasti akan bercerai-berai bahkan saling mencela satu sama lain.
الأخِلاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS Az-Zukhruf 67)
Bahkan kepatuhan mereka kepada pimpinan kelompok masing-masing yang sewaktu di dunia dibanggakan sebagai bukti kedisiplinan dan kemuliaanan komitmen, justru menjadi penyesalan di akhirat.
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولا
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا
رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا
Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andai kata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata: "Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Rabb kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar".(QS Al-Ahzab 66-68)
Masing-masing kelompok yang berjuang dengan aneka seruan selain Islam salingmembanggakan seruan dan kelompoknya. Sehingga berpecah-belahlah ummat Islam. Solusi yang tiap-tiap kelompok tawarkan bukanlah kembali kepada kemurnian Islam, tetapi malah semakin bersemangat mempromosikan kehebatan dan keutamaan masing-masing kelompoknya. Akhirnya group values menjadi lebih utama daripada Islamic values. Apa saja yang berasal dari kelompoknya dia bela dan apa saja yang datang dari luar kelompknya dia curigai. Akhirnya tolok-ukur benar-salah bukan lagi Islam tetapi kelompoknya dan apa saja yang bersumber dari pimpinan kelompoknya.
وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ
وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“...dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS Ar-Ruum 31-32)
Kelima, tertinggal dalam berbagai urusan dunia. Akhirnya, menurut Syakib Arsalan, tenggelamnya kaum muslimin dalam perpecahan secara otomatis melemahkan ummat Islam secara keseluruhan. Dan Allah سبحانه و تعالى jelas telah menegaskan bahwa ketidak-kompakkan ummat dalam mentaati Allah سبحانه و تعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه و سلم pasti melahirkan kelemahan dan menghilangkan kekuatan ummat Islam.
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا
وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Anfaal 46)
Semua bersumber dari lebih bangganya kaum muslimin terhadap seruan selain Islam, baik sendirian maupun bersama Islam. Apakah itu dengan cara menampilkan seruan Islam-plus atau Islam-minus, maka apapun seruannya jika kaum muslimin tidak menerima Islam secara utuh dan apa adanya dari Allah سبحانه و تعالى , niscaya mereka bakal menjadi hina di dunia dan merugi di akhirat.
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ
فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلا خِزْيٌ
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat.” (QS Al-Baqarah 85)
Walaupun ayat di atas turun berkenaan dengan kaum yahudi, namun Allah سبحانه و تعالى menyuruh ummat Islam untuk mengambil pelajaran dari kisah ummat-ummat terdahulu. Sebab bila ummat Islam mengikuti kekeliruan kaum yahudi, niscaya nasib yang sama bakal menimpa mereka. Hina di dunia dan azab di akhirat....!( Abu Abdillh Al Fatih)

Selasa, 24 Mei 2011

Metode Dalam Menghafal Hadits Nabi

Oleh: Fadhilatus Syaikh Dr. Abdulkarim al-Khudhair –Hafidhahullah-
Alih Bahasa: Abu Shafa Luqmanul Hakim
            Segala puji bagi Allah –subhanahu wa ta’ala- atas anugerah yang senantiasa tercurah, shalawat dan salam semoga terhatur bagi Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, para sahabat dan seluruh umatnya hingga hari kiamat.
Akan “hadir” bersama kita dalam artikel ini Fadhilatus Syaikh Dr. Abdulkarim al-Khudhair –hafidhahullah-, beliau akan membeberkan tips-tips dalam mengkaji dan mempelajari hadits-hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tercinta, semoga kita diberi taufiq oleh Allah –subhanahu wa ta’ala- untuk mengambil faedah dari beliau, selamat menyimak.
Pertanyaan:
Bagaimanakah metode yang terbaik untuk menghafal hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-??.
Jawaban:
Menghafal adalah hal yang sangat urgen bagi seorang penuntut ilmu, jika seorang penuntut ilmu tidak memiliki hafalan maka dia tidak akan memiliki ilmu. Kemampuan hafalan para penuntut ilmu sangat beragam, sebagian mereka memiliki hafalan yang kuat, sehingga sangat mudah baginya untuk menghafal, namun diantara mereka ada juga yang tidak memiliki kemampuan untuk menghafal, sehingga merasa kesulitan dalam masalah ini, dan ada juga diantara mereka yang memiliki kemampuan menghafal sedang-sedang saja.
            Apabila seorang penuntut ilmu memiliki kemampuan menghafal yang kuat, maka hendaknya dia menggunakan metode menghafal yang telah masyhur, memulai dengan menghafal Arba’in an-Nawawiyah, kemudian dilanjutkan dengan menghafal ‘Umdatul Ahkam, lalu menghafal Bulughul Maram atau al-Muharrar Fil Hadits [karya Ibnu Abdil Hadii wafat tahun: 844 H], dan jika telah rampung menghafal kitab-kitab tersebut, maka hendaknya dia memulai untuk mempelajari kitab-kitab hadits yang bersanad [kitab yang meriwayatkan hadits-haditsnya dengan sanad], dimulai dengan Shahih Imam Bukhari, kemudian Shahih Imam Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa-i dan Sunan Ibnu Majah [atau yang dikenal dengan Kutubus Sittah], baru kemudian beralih untuk mempelajari kitab-kitab yang lebih “berat”. Apabila dia menghafal dengan metode yang telah masyhur, sebagai contoh, di zaman sekarang sebagian penuntut ilmu menghafal kitab Shahih Bukhari, dimulai dengan menghafal hadits-hadits yang tidak diriwayatkan secara berulang [kurang lebih 2602 hadits, pent.] oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya dengan tanpa sanad, tentunya metode ini lebih mudah bagi kita karena “hanya” menghafal matan [redaksi hadits] secara langsung tanpa sanad, kemudian menghafal Zawaid Imam Muslim [hadits yang diriwayatkan Imam Muslim sendirian dan tidak disebutkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, pent.], kemudian menghafal Zawaid Sunan Abu Dawud [hadits yang hanya diriwayatkan oleh Abu Dawud sendirian dan tidak disebutkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab shahih mereka, pent.] dengan metode yang dipraktekkan oleh sebagian ikhwah jazahumullahu khairan, ikhwah yang menghidupkan sunnah yang baik ini, maka semoga mereka mendapatkan pahala dan pahala orang-orang yang mengamalkan metode tersebut. Setelah berlalu bertahun-tahun bahkan berabad-abad lamanya, banyak penuntut ilmu yang berputus asa untuk menghafal hadits Rasulullah, nah pada zaman sekarang banyak penuntut ilmu yang berhasil menghafal Zawaid Musnad [Musnad Ahmad, pent.], menghafal Zawaid Muwattha’ [karya Imam Malik, pent.], dan kitab Zawaid yang lainnya, dan hal ini tentunya setelah mereka menghafal Kutubus Sittah, bahkan saya pernah mendengar ada sebagian penutut ilmu yang berhasil menghafal Zawaid al-Baihaqi dan Imam al-Hakim. Fenomena di atas tentunya merebakkan kembali optimisme untuk menghafal hadits-hadits Rasulullah, yang mana mayoritas penuntut ilmu di zaman ini telah berputus asa untuk menghafal hadits-hadits Rasulullah, maka bagi penuntut ilmu yang memiliki kemampuan hafalan yang kuat, hendaknya menggunakan metode ini dalam menghafal hadits, sebab metode tersebut merupakan metode yang baik, kendatipun kita sadar bahwa barang siapa yang menghafal dengan cepat maka akan lupa dengan cepat, namun dengan mudzakarah dan murajaah akan menjadikan hafalan tersebut langgeng.
            Persoalan yang kedua adalah metode untuk memahami hadits-hadits yang telah dihafal, seorang penuntut ilmu dianjurkan untuk banyak menghafal ketika usianya masih muda belia, kemudian baru melangkah kepada tahap selanjutnya, yaitu upaya untuk memahami dan beristimbath [menyimpulkan hukum] dari hadits yang telah dihafal dengan merujuk kitab-kitab mahakarya para ulama yang mumpuni di bidangnya, sebab seorang penuntut ilmu yang fokusnya hanya menghafal saja tanpa ada upaya untuk memahami dan beristimbath, maka akan terjatuh kepada dua aib, yang pertama tidak memiliki kemampuan untuk berkonklusi [menyimpulkan hukum dari nash], dan aib yang kedua adalah akan menyebabkannya terjatuh pada kesalahan dalam memahami hadits, maka hendaknya para penuntut ilmu merujuk kepada pemahaman salaf dalam memahami nash hadits maupun al-qur-an, karena pemahaman mereka adalah sebaik-sebaik pemahaman, maka hendaknya dia merujuk kitab-kitab syuruuh [penjelasan hadits dan al-qur-an] para ulama yang telah diterima di tengah-tengah umat, hal ini sangat penting, sebab apabila seseorang telah “kecanduan” dalam menelaah dan mengkaji kitab-kitab tersebut, maka tentu akan mewariskan baginya keahlian dalam berkonklusi. Dan sebagaimana kita ketahui, bahwa usia kita terbatas dan tidak cukup untuk mempelajari segala sesuatu, jika kita hanya ingin fokus untuk menghafal, maka habis waktu kita untuk menghafal tanpa ada waktu untuk mengkaji hukum [istimbath] dan memahami yang kita hafal, begitu juga sebaliknya, jika kita hanya fokus untuk memahami dan mengkaji hukum [istimbath] saja, maka akan lenyap waktu untuk hal itu saja tanpa ada waktu untuk menghafal, sebagaimana yang terjadi pada generasi sebelum kita, mereka bukanlah generasi yang gemar menghafal, khususnya generasi yang hidup sebelum 400 tahun yang lalu [4 abad yang lalu][1], jika muncul pernyataan tentang mereka [generasi 4 abad sebelum kita] bahwa sangat jarang dari mereka yang menghafal al-qur-an, maka pernyataan tersebut tidaklah salah, dan jika penghafal al-qur-annya saja sedikit, apalagi penghafal hadits, maka kemungkinan besar lebih sedikit. Dan Alhamdulillah, kita hidup di zaman modern, yang mana teknologi berkembang dan sarana-sarana semakin maju, sehingga memudahkan urusan-urusan kita dan sangat membantu dalam merealisasikan cita-cita [menghafal hadits dan mengkajinya], maka pergunakanlah kesempatan emas ini [masa menuntut ilmu] dengan sebaik-baiknya sebelum terlambat dan sebelum kalian disibukkan dengan urusan duniawi. Kesempatan emas yang ada di depan kita tidak ada yang menjamin kelanggengannya, karena waktu terus berputar dan hari-hari senantiasa berubah, keadaan manusia sebelum setengah abad yang lalu [50 tahun yang lalu] sangat berbeda dengan zaman sekarang, mayoritas manusia pada zaman tersebut kesulitan untuk menuntut ilmu disebabkan masalah ekonomi yang menghalangi mereka, dan kalian yang hidup pada zaman sekarang –Alhamdulillah- telah berubah keadaan, sarana-sarana menuntut ilmu telah berkembang, ekonomi juga sudah lebih mapan, maka hal ini bisa membantu kalian untuk lebih fokus dalam menghapal hadits dan mengkajinya, dan juga bisa lebih menyisihkan waktu dan kesempatan untuk menghafal [apalagi dalam usia yang masih muda belia dan belum  terbebani dengan keluarga], sehingga apabila kalian telah menua dan kemampuan hafalan telah menurun serta kesibukan telah menumpuk, maka kalian telah memiliki modal ilmu yang bisa diandalkan.
            Yang kami harapkan dari para ikhwah sekalian adalah memberikan perhatian pada urusan ini, yaitu urusan menghafal al-qur-an dan hadits serta mengkaji kitab-kitab syuruuh [yang berisi penjelasan tentang al-qur-an maupun hadits], kendati sebagian kitab syuruuh sangat panjang sehingga membutuhkan waktu yang amat panjang untuk mengkajinya, bahkan sebagian kitab syuruuh membutuhkan waktu dua tahun untuk dikaji, sebagian penuntut ilmu “menyentuh” kitab syuruuh yang amat panjang tersebut hanya ketika dibutuhkan, jika hanya mendapati kesulitan dalam memahami makna hadits, hal ini sebenarnya juga mendatangkan manfaat, namun jika dia membaca kitab tersebut dengan sempurna, maka dia akan bisa memahami kitab seutuhnya bahkan akan mewariskan keahlian dalam ilmu agama, dan bisa menghafal masalah-masalah yang dikandung oleh kitab tersebut.[2]
            Inilah petuah dari Fadhilatus Syaikh, semoga kita bisa mengambil manfaat dari wasiat berharga ini, dan mampu membakar semangat kita dalam menuntut ilmu, khususnya ilmu hadits, dan untuk Fadhilatus Syaikh, kami hadiahkan untaian doa, semoga Allah yang maha Rahman dan Rahim senantiasa menjaga beliau, serta memberkahi usia dan ilmu beliau, akhirul kalam, Shalawat dan Salam semoga tercurahkan untuk Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, para sahabat, kerabat, dan seluruh pengikutnya sampai datangnya hari kiamat.



[1]. Mungkin Fadhilatus Syaikh mengisyaratkan kepada generasi yang hidup di Saudi Arabiyah sebelum 4 abad yang lalu, yang pada masa itu, negeri tersebut belum bernama Saudi Arabiyah, tapi lebih dikenal dengan Najed, wallahu A’lam.
[2]. Sumber: http://www.khudheir.com/text/3152, saham kami dalam artikel ini hanya menterjemahkan, namun ada sedikit penambahan dan pengurangan yang tidak merubah maksud nasehat Fadhilatus Syaikh insya Allah.

Minggu, 22 Mei 2011

Proses Pembentukan Hujan Dalam Tinjauan Alquran


             Proses terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam waktu yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap pembentukan hujan..
Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan baku" hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.
Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,
اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاء كَيْفَ يَشَاء وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَن يَشَاء مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira" (Al Qur'an, 30:48)

Gambar di atas memperlihatkan butiran-butiran air yang lepas ke udara. Ini adalah tahap pertama dalam proses pembentukan hujan. Setelah itu, butiran-butiran air dalam awan yang baru saja terbentuk akan melayang di udara untuk kemudian menebal, menjadi jenuh, dan turun sebagai hujan. Seluruh tahapan ini disebutkan dalam Al Qur'an.
Kini, mari kita amati tiga tahap yang disebutkan dalam ayat ini.
TAHAP KE-1: "Dialah Allah Yang mengirimkan angin..."
Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut "perangkap air".
TAHAP KE-2: “...lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal..."
Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
TAHAP KE-3: "...lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya..."
Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam dan partikel -partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.
Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar. Sebagaimana fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah mengumumkan fakta-fakta ini kepada orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاء مِن جِبَالٍ فِيهَا مِن بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَن يَشَاء وَيَصْرِفُهُ عَن مَّن يَشَاء يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ
"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (Al Qur'an, 24:43)

Para ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan mendapatkan temuan yang mengejutkan berkenaan dengan proses pembentukan awan hujan. Terbentuknya awan hujan yang mengambil bentuk tertentu, terjadi melalui sistem dan tahapan tertentu pula. Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah sebagai berikut:
TAHAP - 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.
TAHAP - 2, Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.
TAHAP - 3, Pembentukan awan yang bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih.
Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb. (Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269; Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s. 141-142)
Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru ini saja mengetahui proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta bentuk dan fungsinya, dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat terbang, satelit, komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah telah memberitahu kita suatu informasi yang tak mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu. (miracles of the quran)
 (harun Yahya)

Jumat, 20 Mei 2011

Ada Apa Dengan Boedi Oetomo ??

                Setiap 20 Mei pemerintah memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Peringatan ini mengacu pada organisasi Boedi Oetomo (BO) yang didirikan pada 20 Mei 1908. Anehnya, kedekatan BO dengan organisasi Freemason tak pernah diungkap sejarah. Ada apa?
Oleh Artawijaya*
Het Jong Javaasche Verbond Boedi Oetomo atau Ikatan Pemuda Jawa Boedi Oetomo didirikan di Gedung STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen), Batavia, pada 20 Mei 1908.
Tahun berdirinya BO sama dengan tahun munculnya Gerakan Turki Muda (Young Turk Moment). Gerakan Turki Muda (Young Turk Movement) yang dipimpin oleh Mustafa Kemal At-Taturk juga mengadakan revolusi kebangkitan nasional.
Gerakan ini berhasil menumbangkan kekhilafahan Islam, dan mengganti hukum Islam menjadi hukum sekular. Aktivis Turki Muda banyak didominasi oleh para sekularis. Bahkan, At-Taturk sendiri adalah anggota jaringan Freemason yang sangat anti dengan syariat Islam.
Mengenai Gerakan Revolusi Turki Muda, pendiri Boedi Oetomo yang juga anggota Theosofi, dr Soetomo mengatakan,”perkembangan yang terjadi di Turki adalah petunjuk jelas bahwa “cita-cita Pan-Islamisme” telah digantikan oleh nasionalisme.”Soetomo adalah tokoh Boedi Oetomo yang banyak melontarkan pelecehan terhadap Islam dan mengagumi gerakan kebangsaan yang terjadi di Turki.
Nama Boedi Oetomo diambil dari bahasa sansakerta, ”Bodhi” atau ”Buddhi” yang berarti keterbukaan jiwa, pikiran, kesadaran, akal, dan daya untuk membentuk dan menjunjung konsepsi ide-ide umum. Sedangkan Oetomo berasal dari kata ”Uttama” yang berarti tingkat kebajikan utama.
Jadi, BO bisa disebut sebagai organisasi yang mengedepankan keterbukaan akal sebagai tingkat kebajikan utama. Mereka menyebut ”budi” sebagai puncak kegiatan moral manusia dan mengendalikan akal dan watak seseorang.
Boedi Oetomo adalah organisasi yang kental dengan nilai-nilai kebatinan.Para aktivisnya mengaku ingin menyatukan antara kultur dan tradisi Jawa dengan pendidikan Barat. BO ingin memadukan antara modernisasi Barat dan mistis Timur.
Ki Wiropoestoko, anggota BO Surakarta mengatakan, “Berdirinya Boedi Oetomo semata-mata merupakan hasil elit Jawa yang telah memperoleh pendidikan barat.” Sementara sejarawan Robert van Niels, penulis bukunya Munculnya Elit Modern Indonesia menyebut BO sebagai organisasi yang mengikuti garis-garis barat. Ia juga menyebut BO dan Jong Java sebagai organisasi yang bersifat Theosofis dan agnostik.
Penggagas organisasi BO, dr Wahidin Soediro Hoesoedo adalah anggota Theosofi,sebuah perkumpulan kebatinan yang berlandaskan pada tradisi Kabbalah Yahudi yang didirikan oleh Helena Petrovna Blavatsky.
Selain Theosofi, para ketua dan aktivis BO juga masuk sebagai anggota Freemason. Anehnya, tentang kedekatan organisasi ini dengan kelompok Theosofi dan Freemason tak pernah diungkap dalam buku-buku sejarah di sekolah.
Penulis buku Api Sejarah, sejarawan Ahmad Mansur Suryangera menyebut BO sebagai organisasi yang lebih mencerminkan gerakan kejawen yang anti Islam, ketimbang organisasi yang mengusung nasionalisme.
Sejarawan yang banyak mengoreksi penyimpangan-penyimpangan sejarah di Indonesia ini juga menyebut BO sebagai organisasi yang bersifat kedaerahan. Tapi sayang, dalam Api Sejarah Mansur Suryanegara tak mengungkap hubungan antara BO dengan organisasi Freemason di Hindia Belanda. Padahal, dokumen-dokumen sejarah yang mengungkap soal ini begitu banyak.
Dr. Th Stevens penulis buku Vrijmetselarij en Samenlaving in Nederlands Indie en Indonesie 1764-1962 (Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962) menyebutkan bahwa Freemasonry memperoleh aktualitas yang besar dengan munculnya gerakan nasionalis modern di Jawa.
Kata pengantar buku ini menyebutkan dengan jelas, bahwa Freemason menjalin hubungan dengan satu organisasi politik Indonesia pertama ”Budi Utomo” (Lihat, hal.XVIII dan hal.331)
Raden Adipati Surjo sebagai anggota Freemason, berharap pemimpin muda dari gerakan nasional, seperti Boedi Oetomo dapat dicapai dengan asas-asas Masonik (doktrin-doktrin Freemason, pen). Tak heran, jika Freemason yang mempunyai hubungan erat dan BO, memiliki peran yang cukup signifikan dalam gerak nasionalisme di negeri ini.
Mereka menginginkan nasionalisme yang muncul adalah nasionalisme yang berlandaskan humanisme, suatu paham yang menjadi doktrin tertinggi Freemason.Paham humanisme menempatkan manusia sebagai makhluk ”superior” yang berhak dan bebas menentukan kehendak, termasuk membuat aturan hukum sendiri.
Freemason atau dalam bahasa Belanda disebut Vrijmetselarij, pada masa lalu dikenal oleh masyarakat Jawa dengan sebutan ”Golongan Kemasonan”. Para Yahudi Belanda yang aktif dalam organisasi ini begitu gencar mempropagandakan doktrin-doktrin Freemason terhadap elit-elit di Jawa, khususnya kalangan kraton.
Buku Gedenkboek van de Vrijmetselaren in Nederlandsche Oost Indie 1767-1917 (Buku Kenang-Kenangan Freemasonry di Hindia Belanda 1767-1917) yang diterbitkan oleh tiga loge besar; Loge de Ster in het Oosten (Batavia), Loge La Constante et Fidale (Semarang), dan Loge de Vriendschap (Surabaya) memuat tulisan yang mengajak masyarakat Jawa memahami hakekat organisasi Freemason atau Kemasonan.
Bahkan, pemimpin tertinggi Freemason di Hindia Belanda pada 1914-1917, Andre de La Porte, membuat sebuah artikel berjudul ”De Javaasche Beweging in het Teeken van de Vrijmetselarij” (Kebangkitan Jawa dalam Gerak Freemason).
Kedekatan BO dengan Freemason terlihat pada masa-masa awal BO didirikan. Kongres pertama BO yang berlangsung pada 3-4 Oktober 1908 di Jogjakarta awalnya ingin dilaksanakan di Loge milik Freemason.
Namun, karena loge tersebut telah lebih dulu dipakai untuk acara pameran lukisan, kongres BO yang rencananya diadakan di loge tersebut urung dilaksanakan. ”Adapoen roemah jang patut akan tempat kongres itu sebetoelnya logegebouw (bangunan loge Freemasonry, pen) orang Banjak di Djokja menamakan dia “roemah setan”, akan tetapi sajang pada waktu itoe roemah soedah diizinkan kepada seorang toean, akan diadakan tentoonstelling (pameran) gambar-gambar…” demikian seperti dikutip dari buku Pitut Soeharto dan Drs A Zainoel Ihsan, ”Cahaya Di Kegelapan: Capita Selecta Kedua Boedi Oetomo dan Sarekat Islam.”
Kedekatan BO dengan organisasi Freemason dan Theosofi juga bisa dilihat setahun setelah berdirinya organisasi tersebut. Buku Soembangsih Gedenkboek Boedi Oetomo 1908-1918 yang diterbitkan di Amsterdam, Belanda, untuk mengenang 10 tahun berdirinya BO, memuat laporan bahwa pada 16 Januari 1909, di Loge de Ster in het Oosten (Loji Bintang Timur), Batavia, ratusan anggota BO berkumpul untuk mendengarkan pidato umum dari Dirk van Hinloopen Labberton, orang Belanda yang disebut oleh aktivis BO sebagai ”Bapak Kebatinan” yang kemudian menjadi Ketua Nederlandsche Indische Theosofische Vereeniging (Theosofi Cabang Hindia Belanda).
Dalam pidato berjudul ”Theosofische in Verband met Boedi Oetomo” (Theosofi dalam Kaitannya dengan Boedi Oetomo), Labberton bicara tentang masalah agama, tujuan Theosofi, dan hubungannya dengan hari depan bangsa Jawa.
Labberton mampu membuat para anggota BO untuk tertarik masuk sebagai anggota organisasi kebatinan Yahudi tersebut. Labberton pada waktu itu adalah anggota Komisi Bacaan Rakyat (Volks Bibliotheek) yang mempengaruhi berdirnya BO. Labberton menyebut berdirinya BO sebagai ”kesadaran moral”.
Mengapa acara ceramah umum (openbare) tersebut diadakan di loge Freemason? Karena antara Freemason dan Theosofi tak jauh beda. Pada masa lalu, anggota Freemason juga aktif di Theosofi, begitupun sebaliknya. Yang cukup mengejutkan, seolah sudah ada yang merencanakan, lokasi tempat diadakannya ceramah umum Labberton yang dulu bernama Vrijmetselarijweg (Jalan Freemasonry), saat ini berganti nama menjadi Jalan Budi Utomo.
Selain Labberton, tokoh lain yang dekat dengan Boedi Oetomo adalah Godard Arend Hazeau, Penasihat Urusan Pribumi Pemerintah Hindia Belanda. Hazeau datang ke Indonesia dengan bekerja sebagai guru Willem III Grammar School dan asisten Snouck Hurgronye. Hal yang menjadi perhatian Hazeau adalah pendidikan yang netral atau bahkan bercorak Kristen untuk para murid Islam.
Selain itu, Hazeau juga banyak memberikan masukan terhadap pemerintah kolonial terkait bagaimana pemerintah bersikap terhadap organisasi pergerakan nasional yang bercorak Islam, seperti Sarekat Islam, dan organisasi Islam lainnya yang dipandang fanatik dan ekstrem. Sikap berbeda ditunjukkan Hazeau terhadap Boedi Oetomo, yang banyak mendapat perhatian lebih, karena kesamaannya dalam memandang pergerakan Islam.
Bukti lain mengenai kedekatan BO dengan Freemason bisa dilihat dari kiprah Paku Alam V, yang merupakan anggota Freemason, yang banyak membantu terselenggaranya kongres Boedi Oetomo di Surakarta. Kongres yang pernah diadakan di loge milik Freemason banyak dihadiri oleh para aktivis kebangsaan yang juga anggota Freemason.
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Abdurachman Surjomihadrjo, dalam Kata Pengantar buku ”Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918”, karya peneliti Jepang, Akira Nagazumi, mengatakan, “Paku Alam memberikan pengaruh pada terselenggaranya kongres-kongres Boedi Oetomo, khususnya mereka yang ada hubungannya dengan gerakan Mason (Freemasonry).”
Penjelasan serupa juga ditulis Abdurrachman Surjomihardjo dalam buku ”Budi Utomo Cabang Betawi” yang menyebut Paku Alam VII mengizinkan Loge Mataram dijadikan tempat kongres BO kedua.
Fakta sejarah lainnya mengenai kedekatan BO dengan Freemason dan Theosofi adalah pertemuan akbar yang dilakukan dalam rangka memperingati 10 tahun berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1918. Acara peringatan tersebut diadakan di Belanda, di sebuah loge milik Theosofi.
Mereka yang berkumpul dalam perayaan tersebut selain para aktivis Freemason Belanda, juga dihadiri oleh tokoh-tokoh nasionalis-Jawa seperti Ki Hadjar Dewantara dan Goenawan Mangoenkoesoemo. Surat Kabar Oedaya pada 1923 memuat foto para aktifis BO dan Theosofi dengan tulisan ”Masyarakat Indonesia Memperingati 10 Tahun Boedi Oetomo di rumah (loge, red) Theosofi, Mei 1918 di Negeri Belanda.”
Kedekatan BO dengan Freemason juga bisa dilihat dalam paper berjudul The Freemason in Boedi Oetomo yang ditulis oleh C.G van Wering pada 1979. ven Wering menulis tentang elit power atau intelektual dari kalangan priayai Jawa, yang kebanyakan aktifis BO, sekaligus anggota Freemason. Tulisan van Wering ini dikutip dalam buku buku biografi Dr Radjiman Wediodiningrat berjudul ”DR. K.R.T Radjiman Wediodiningrat Perjalanan Seorang Putra Bangsa 1879-1952.”
Para Ketua BO Adalah Anggota Freemason
Ketua BO yang sangat kental dengan pemikiran Freemason dan Theosofi adalah Radjiman Wediodiningrat. Radjiman menjadi ketua BO pada periode 1914-1915. Ia masuk menjadi anggota Freemason pada 1913, selain juga aktif dalam perkumpulan Theosofi.
Radjiman adalah orang pribumi yang mendapat kehormatan dari Freemason Hindia Belanda dengan dimuatnya artikel karyanya berjudul ”Een Broderketen Volks (Persaudaraan Rakyat)” dalam buku ”Kenang-Kenangan Freemason di Hindia Belanda 1767-1917”.
Tentu, jika bukan bagian dari orang-orang penting dalam jaringan Freemasonry, tulisan Radjiman tak mungkin dimasukkan dalam buku yang menjadi bukti sejarah keberadaan para Mason di Hindia Belanda ini.
Radjiman adalah seorang Mason yang menjadi salah satu the founding fathers negeri ini, tokoh yang pernah memimpin jalannya sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Dalam catatan sejarah, persidangan yang dipimpin Radjiman ini tercatat sebagai awal dari lahirnya dasar negara Indonesia, Pancasila, setelah sebelumnya masing-masing kelompok berdebat dan mengajukan usulan soal asas negara. Tokoh-tokoh Islam seperti M Natsir mengajukan Islam sebagai dasar negara, sedangkan tokoh-tokoh nasionalis-sekular mengajukan ideologi Pancasila.
Para ketua BO lainnya juga adalah anggota Freemasonry, seperti R.A. Tirtokoesoemo, ketua BO pertama (1908-1911) yang juga pernah menjadi bupati Karang Anyar, Pangeran Ario Notodirodjo (Ketua BO kedua tahun 1911-1914), dan R.M.A Soerjosoeparto alias Mangkunegara VII (Ketua BO keempat tahun 1915-1916). RM Tirtokoesoemo dan Pengeran Ario Notodirodjo adalah anggota Freemasonry Loge Mataram Yogyakarta.Ketua BO selanjutnya, meski tak menjadi anggota Freemason, tetapi menjadi anggota Theosofi, seperti M Ng Dwijo Sewojo (1916), dan R.M.A Woerjaningrat (1916-1921).
Dalam perjalanan sejarahnya kemudian, BO makin terlihat tidak berpihak kepada umat Islam. Karena itu, masa-masa yang genting dari organisasi ini adalah ketika berhadapan dengan umat Islam yang merasa keberadaan dengan sikap BO yang selalu meminggirkan aspirasi umat Islam.Karena itu, di beberapa daerah yang menjadi basis umat Islam seperti Batavia, Boedi Oetomo sulit untuk mendapatkan pengaruh.
Upaya untuk mengajak BO agar berpihak pada umat Islam bukan tak pernah dilakukan.Mohammad Tohir, seorang anggota organisasi ini bahkan pernah mengusulkan kepada BO untuk membantu masjid-masjid agar bisa meraih simpati umat Islam. Namun, usulan ini ditolak dan organisasi ini tetap pada pendiriannya yang “netral agama”. Usaha untuk menarik simpati umat Islam ini ditentang oleh Radjiman Wediodiningrat.
Tokoh BO lainnya, Tjipto Mangoenkoesoemo, juga begitu sinis dalam memandang Pan-Islamisme. Pada tahun 1928, Tjipto berkirim surat kepada Soekarno yang isinya mengingatkan kaum muda untuk berhati-hati akan bahaya Pan-Islamisme yang menjadi agenda tersembunyi H.Agus Salim dan HOS Tjokroaminoto. Tjipto khawatir, para aktifis Islam yang disebut akan mengusung Pan-Islamisme itu bisa menguasai Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Jika mereka berhasil masuk ke dalam PPKI, Tjipto mengatakan, cita-cita gerakan kebangsaan akan hancur.
Menggugat Sejarah
Sejarah memang ditentukan oleh mereka yang berkuasa. Jika pada masa lalu, kelompok nasionalis-sekular yang berada dalam pengaruh Freemason dan Theosofi, didukung oleh elit-elit kolonial, berhasil menentukan siapa aktor dan tokoh dalam panggung sejarah di negeri ini, maka sudah saatnya ketika umat Islam memiliki akses ke jantung kekuasaan, mempunyai ikhtiar untuk meluruskan sejarah yang penuh selubung dan distorsi ini. Fakta sejarah harus diungkap dengan tinta emas berlapis kejujuran, bukan dengan tinta hitam yang sarat kepentingan.
Jika BO didirikan pada 1908, maka jauh sebelum itu, pada 1905 sudah berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) di Surakarta yang didirikan oleh Haji Samanhoedi. SDI jelas mempunyai arah perjuangan memajukan ekonomi pribumi dan melawan hegemoni asing. SDI bercorak Islam dan nasionalis, tidak tersekat-sekat dalam kedaerahan yang sempit. SDI yang kemudian pada 10 September 1912 menjadi Sarekat Islam (SI), meletakkan dasar perjuangannya atas tiga prinsip dasar, yaitu: Pertama, asas agama Islam sebagai dasar perjuangan. Kedua, asas kerakyatan sebagai dasar himpunan organisasi. Ketiga, asas sosial ekonomi sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang umumnya berada dalam taraf kemiskinan dan kemelaratan.
Mengenai alasan menjadikan Islam sebagai asas gerakan, baik H. Samanhoedi ataupun para tokoh Sarekat Islam lainnya, beralasan agar ruh Islam menyatu dalam setiap langkah pergerakan. Selain itu, hal ini juga untuk menunjukan sikap kepada Belanda, yang berupaya menjauhkan Islam dari politik. (Lihat: M.A. Gani, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, hal. 15)
SDI yang kemudian menjadi SI lebih jelas mengedepankan kepentingan Islam-nasional-pribumi dan tidak dibentuk oleh kepentingan kolonial. Bahkan, SI jelas-jelas menolak segala pelecehan terhadap Islam yang ketika itu marak dilakukan oleh kelompok Boedi Oetomo. Karena itu, menjadikan BO sebagai organisasi yang melandasi kebangkitan nasional adalah sebuah distorsi sejarah, bahkan bisa disebut sebagai “de-islamisasi” fakta sejarah.
Usaha untuk menjadikan sejarah berdirinya SDI sebagai Harkitnas pernah diusulkan oleh umat Islam. Pada Kongres Mubaligh Islam Indonesia di Medan tahun 1956, umat Islam mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan tanggal berdirinya SDI sebagai Harkitnas berdasarkan karakter dan arah perjuangan SDI. Sayang, usulan itu sampai saat ini belum jadi kenyataan.
Kritik terhadap dijadikannya BO sebagai landasan kebangkitan nasional tak hanya datang dari umat Islam. Peneliti Robert van Niels juga mengatakan, “Tanggal berdirinya Budi utomo sering disebut sebagai Hari Pergerakan Nasional atau Kebangkitan Nasional. Keduanya keliru, karena Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok saja. Sedangkan kebangkitan Indonesia sudah dari dulu terjadi…Orang-orang Budi Utomo sangat erat dengan cara berpikir barat.Bagi dunia luar, organisasi Budi Utomo menunjukan wajah barat.” (Robert van Niels, Munculnya Elit Modern Indonesia, hal. 82-83).
Tulisan ini adalah ikhtiar untuk mengungkap sejarah dengan fakta-fakta yang terang dan apa adanya. Fakta-fakta sejarah ini, mungkin pada masa lalu tertutup selubung kekuasaan yang mempunyai kepentingan untuk memutus mata rantai peran umat Islam dalam pentas nasional di negeri ini.
Upaya memarginalkan peran umat Islam dalam kiprah pergerakan nasional berujung pada “de-islamisasi fakta sejarah”. Ironisnya, sampai hari ini umat Islam masih memahami sejarah dalam kaca mata buram penguasa!
*Penulis buku “Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara” dan “Gerakan Theosofi di Indonesia”, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta (em)

Rabu, 18 Mei 2011

Wahdah Islamiyah Da'wah Keliling di 17 Kota di Indonesia

Wahdah Dakwah Keliling di 17 Kota di Indonesia


Sebagai upaya penyebarluasan Dakwah dan Syiar Islam serta dalam pencapaian visi 2015 Wahdah Islamiyah yakni terbentuknya cabang di seluruh ibukota Provinsi dan Kabupaten Kota di Pulau Sulawesi, Wahdah Islamiyah mengutus Puluhan Dai Perintis dalam program Dakwah Keliling di 17 Kota di Indonesia.



17 kota tersebut adalah Surabaya, Semarang, Padang, Bali, Banjarmasin, Pontianak, Tanjung Pinang Kepulauan Riau, Mataram, Serang Banten, Manado, Kotamobagu Sulut, Morowali Sulteng, Wakatobi Sultra, Banggai Kepulauan, Buton, Sorong dan Manokwari.

Menurut Ketua Departemen Pengembangan Daerah (DPD) Wahdah Islamiyah Ustadz Iskandar Kato, Bahwa Dai Senior yang dikirim ini akan bertugas untuk merintis daerah tujuannya menjadi cabang Wahdah Islamiyah selama 3 bulan lamanya. Pengiriman Dai ini dilakukan secara bergantian dalam beberapa tim pemberangkatan. Satu Tim berjumlah 2-4 Orang. Setelah masa perintisan, akan diutus lagi Dai tetap alumni dari Ma’had ‘Aly al Wahdah (Stiba) dan Alumni dari Program Diklat Dai Wahdah.

Pemberangkatan Gelombang Pertama dilepas secara resmi oleh Wakil Ketua Umum DPP WI Ustadz Muhammad Ikhwan Abdul Jalil, Lc, Selasa, 17 Mei 2011 di Lantai II Masjid Kantor Pusat Wahdah Jl.Antang Raya Makassar, ditandai dengan penyerahan secara simbolis Surat Tugas dan perlengkapan Administrasi lainnya kepada salah satu Dai yang bertugas ke Bali, Ustadz Hisbullah Mahdin.

Dalam Sambutannya Via telepon dari Jakarta, Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin, Lc, MA mengucapkan selamat kepada parai Dai yang diutus dan kepada para Asatidzah karena hal ini merupakan catatan sejarah tersendiri bagi Wahdah Islamiyah. “Pelepasan Dai ini bukan sekedar acara seremonial, akan tetapi untuk suatu tujuan besar, suatu upaya sungguh untuk menyebarkan Islam, inilah jalan kemulian, inilah jalan kemenangan,” ujar Ustadz.

Di Akhir tausiahnya, Ketua Umum DPP WI berpesan satu kata yakni, konsisten. Program ini merupakan suatu terobosan dalam dakwah. Tantangan, rintangan, ujian dan cobaan adalah suatu keniscayaan. Olehnya diperlukan Konsistensi yakni kesungguhan, pengorbanan dan kesabaran. “Banyaknya kegiatan bukan halangan untuk berhasil, mujahadah kita tidak akan sia-sia, kita yakin kita bisa Insya Allah,” tegas ustadz menyemangatkan.

Sebelum acara pelepasan, digelar pembekalan para Dai dengan pemaparan tentang wawasan daerah, seni interaksi dan Program Dirosa, Sistem pembelajaran Al-Quran bagi orang Dewasa. (Wahdah Islamiyah)

Senin, 16 Mei 2011

Empat Planet Bukti KeAgugan Allah di Langit Fajar


Perbandingan besar Bumi, Venus, Mars, Merkurius dan Bulan
                    Dalam beberapa hari terakhir dan beberapa hari mendatang di bulan Mei 2011 ini, ada sebuah pemandangan indah dan menarik di langit timur. Empat planet dari lima planet yang bisa dilihat dengan mata telanjang berkumpul di ufuk timur, di kala fajar. Keempat planet tersebut adalah Venus, Jupiter, Merkurius dan Mars.
Jika langit cerah, dan ufuk timur tidak terhalang bangunan atau pepohonan, pandanglah ke arah matahari terbit sekitar selepas sholat shubuh. Posisi keempat planet tersebut akan semakin meninggi menjelang terbit matahari, namun cahaya mereka akan semakin redup ditimpa pendaran sinar matahari. Planet Mars yang berada lebih di bawah dekat dengan ufuk akan lebih sulit dilihat.
Berikut adalah bagan tampilan empat planet tersebut:
Empat planet menghiasi fajar langit timur di bulan mei 2011
Empat planet, Jupiter, Venus, Merkurius dan Mars berkumpul di langit.

Posisi keempat planet di pertengahan bulan Mei 2011
Posisi keempat planet di pertengahan bulan Mei 2011
Demikianlah tampilan ayat-ayat kauniyah Allah di alam semesta ini. Telah terpampang di depan kita untuk kita tafakuri, kita syukuri dan dijadikan pelajaran agar semakin dekat dengan Allah ta’ala.

Merenungi Keagungan Allah dari Tampilan Planet-planet

Di dalam bahasa Arab, planet disebut sebagai “al kaukab‘ atau jamaknya ‘kawakib‘. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, karangan Achmad Warson Munawwir terbitan Pustaka progressif juga memberikan arti kata ini planet atau bintang. Kata kaukab ditemukan juga di dalam Al Quran, meskipun sering diterjemahkan sebagai bintang saja. Mungkin hal ini disebabkan karena penampilan planet-planet seperti bintang-bintang pada umumnya dalam pandangan mata kita. Kata bahasa arab yang berarti bintang adalah ‘an-najm‘ atau ‘nujum‘.
Berikut adalah ayat-ayat Allah di dalam Al Quran yang mengandung kata kaukab atau kawakib.
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ ۖ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya,… An Nuur [24:35]
Di sini disebutkan ada benda bercahaya yang berkilat seperti mutiara. Juga disebutkan ada lubang yang tak tembus yang di dalamnya ada pelita besar. Kalau kita bayangkan bumi kita sebagai planet, ia bentuknya bundar seperti juga mutiara. Seperti planet lainnya, ia hanya bercahaya jika disinari (dinyalakan) oleh sumber cahaya lain. Dan kalau kita bayangkan di dalam perut bumi ada rongga atau lubang yang tak tembus berisi magma yang tidak lain adalah bara api (pelita) yang besar.
Wallahu a’lam bishshowab.
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَىٰ كَوْكَبًا
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang… Al An’am [6:76]
Ini adalah penggambaran pencarian tuhan oleh Nabi Ibrahim. Beliau melihat bintang yang amat terang di langit. Bisa jadi ia adalah planet Venus alias bintang kejora yang cahayanya paling terang di antara bintang-bintang lainnya.
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ
ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku”. Yusuf [12:4]
Nabi Yusuf menceritakan mimpinya melihat sebelas bintang bersujud kepadanya. Adakah ini menunjukkan ada sebelas planet di dalam tata surya kita? Ataukah ini hanya kiasan belaka?
وَإِذَا الْكَوَاكِبُ انتَثَرَتْ
dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan,… Al Infithar [82:2]
Ini adalah gambaran Allah tentang hari kiamat. Pada saat itu bintang (planet) akan berhamburan keluar dari orbitnya dan mungkin hancur berkeping-keping karenanya.
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ
Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, Ash Shafat [37:6]
Nah, ayat ini mungkin yang paling cocok dengan pemandangan yang bisa kita lihat di langit timur bulan ini. Sebuah pemandangan indah dengan tampilan bintang-bintang (planet) yang amat cerah yang seolah sedang berkumpul, menari bersama di langit fajar.

Minggu, 15 Mei 2011

Musik Perangkap Syaitan

              Peperangan demi peperangan yang dikobarkan musuh-musuh Islam, dari zaman Rasulullah n, perang salib, Bosnia-Herzegovina, hingga yang berskala besar maupun kecil, terbukti menjadi senjata yang “kurang efektif” untuk membasmi umat Islam. Maka ditempuhlah berbagai cara untuk menjauhkan kaum muslimin dari agamanya. Salah satunya lewat musik.

Perangkap-perangkap setan untuk menjauhkan manusia dari jalan Allah l kian menjamur. Perangkap yang demikian lihai dan sistematis sehingga tidak sedikit dari kaum muslimin, terkhusus generasi mudanya, terperangkap di dalamnya. Seiring dengan itu, kelihaiannya telah meninabobokkan mereka dalam kemaksiatan, merusak akal mereka sehingga tidak bisa lagi dipergunakan sebagaimana mestinya, membungkam mulut mereka sehingga tidak lagi menyuarakan yang haq dan mengingkari yang batil. Perangkap yang telah mematikan ilmu mereka dan merusak perilaku mereka.
Siapa yang tidak tertipu dengan perangkap tersebut, jika luarnya penuh taburan bau semerbak, hamparan permadani emas dan perak, minuman yang menghilangkan dahaga, makanan yang berwarna-warni memikat dan segala kebutuhan syahwat terlihat. Siapa yang akan membayangkan jika di belakang semua ini ada jeratan perangkap yang membinasakan. Itulah kamuflase kehidupan yang dirancang Iblis dan bala tentaranya serta fatamorgana perjalanan hidup yang bersifat sementara. Allah l telah memperingatkan:
“Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah: 168-169)
Perangkap Syahwat
Dari sekian perangkap Iblis yang telah melalaikan dari beribadah kepada Allah l yang telah menghancurkan perilaku kaum muda-mudi, bahkan anak-anak dan orang tua, menyebabkan lupa kepada Allah l dan hari akhir, adalah musik serta segala bentuk nyanyian. Bagaimana pendapat anda yang beriman, jika musik dan nyanyian itu sendiri telah melalaikan dari beribadah kepada Allah l, ditambah dengan wanita telanjang atau setengah telanjang, berhias dengan perhiasan jahiliah menari kesetanan di hadapanmu?
Apakah setelah ini ada orang beriman yang menghalalkan musik dan nyanyian, membolehkan wanita berdendang di hadapan lawan jenis, menghalalkan campur baur lawan jenis, membolehkan mendengar musik? Jika ada yang membolehkan, maka ketahuilah orang terebut telah masuk perangkap setan dan jeratannya. Tinggalkanlah dia. Selamatkanlah agama dan aqidahmu dari bahaya setan yang berujud manusia.
Perangkap Syubhat
Perangkap setan tidak terbatas pada lingkup membangkitkan syahwat birahi dalam menentang syariat Allah l. Banyak perangkap lain yang telah dipersiapkan untuk menyesatkan hamba-hamba Allah l dari jalan kebenaran. Bila perangkap syahwat menurutnya tidak membuahkan hasil karena orang yang akan dijebaknya memiliki ilmu, dia akan beralih kepada cara yang lain. Yaitu, merusak ilmunya dengan berbagai manuver pembiasan dan pengkaburan terhadap kebenaran yang telah diketahuinya. Itulah perangkap syubhat. Selamatlah orang-orang yang dirahmati oleh Allah l sehingga tidak terperangkap dan terjerat di dalamnya.
Dua bentuk perangkap syubhat yang dilakoni setan dalam menjerat mangsanya:
Pertama: Mengaburkan kebenaran sehingga menjadi sesuatu yang samar atau menjadi sebuah kebatilan, dan
Kedua: Mengokohkan kebatilan dengan berbagai penipuan sehingga menjadi agama yang dianut.
Dua hal ini telah Allah l peringatkan kaum mukminin darinya. Allah k juga mengancam para pelakunya dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 42)
Berbagai simbol dan slogan kesesatan yang mengguncangkan aqidah dan meresahkan kaum muslimin kian menyeruak. Tumbuh berkembang bagaikan jamur di musim penghujan, tumbang satu akan bangkit seribu kesesatan setelahnya.
Bisikan Setan
“Tinggalkan Al-Qur`an. Mari menuju musik dan nyanyian, menari, berdansa dan berhura-hura. Riang gembira bersama lantunan musik dan nyanyian biduanita. Menangislah. Bersedihlah. Basahi mulut dengan nyanyian, guyur pipi dengan hujan tangisan. Apakah anda akan meninggalkan kenikmatan yang jelas-jelas di hadapan anda?”
Dengan celotehan ini, tanpa musik semangat beraktivitas menurun dan melemah. Sementara dengan musik justru akan menambah gairah dan semangat dalam semua pekerjaan.
Al-Hafizh Ibnu Katsir t menjelaskan: “Allah l memberitahukan tentang Rasul dan Nabi-Nya Muhammad n bahwa dia berkata:
“Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur`an itu sesuatu yang tidak diacuhkan.” (Al-Furqan: 30)
Ucapan ini terkait dengan kaum musyrikin yang tidak mau mendengar Al-Qur`an dan mengkajinya, sebagaimana firman Allah l:
“Dan orang-orang yang kafir berkata: ‘Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur`an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka’.” (Fushshilat: 26)
Apabila Al-Qur`an dibacakan atas orang-orang kafir, mereka ribut dan berbincang-bincang sehingga mereka tidak mendengarnya. Sikap seperti ini termasuk perbuatan meninggalkan Al-Qur`an. Tidak mengimani dan membenarkannya termasuk perbuatan meninggalkan Al-Qur`an. Tidak menggali dan memahaminya termasuk perbuatan meninggalkannya. Tidak mengamalkan dan melaksanakan perintah-perintahnya dan tidak menjauhi larangan-larangannya termasuk perbuatan meninggalkannya. Berpaling darinya dan cenderung kepada perkara selainnya seperti syair, ucapan, nyanyian, perkara yang sia-sia, berbagai perkataan, (menempuh) jalan yang tidak diambil dari Al-Qur`an, semuanya termasuk sikap meninggalkan Al-Qur`an. Kita meminta kepada Allah yang Maha Mulia, Maha Pemberi dan Berkuasa (untuk berbuat) atas segala yang dikehendaki-Nya agar Allah l menyelamatkan kita dari segala yang dibenci-Nya dan membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya. Yaitu menjaga kitab-Nya, memahaminya dan mengamalkan kandungannya di malam dan siang hari, sesuai dengan jalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Dermawan dan Maha Pemberi. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/317)
Al-Qur`an dan Aqidah, Menenteramkan Hati
Tidak diragukan lagi oleh setiap mukmin akan kedudukan aqidah dan Al-Qur`an dalam hati orang-orang yang beriman. Al-Qur`an menentramkan, menyejukkan, menyamankan, menyehatkan, membimbing serta berbagai macam kebaikan lainnya. Allah l berfirman:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-An’am: 82)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya). Dan hanya kepada Rabb merekalah mereka bertawakal.” (Al-Anfal: 2)
“Sesungguhnya Al-Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Al-Isra`: 9)
“Dan kami turunkan dari Al-Qur`an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.” (Al-Isra`: 82)
“Dan sesungguhnya Al-Qur`an itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (An-Naml: 77)
Ibnul Qayyim t berkata: “Apabila anda ingin mengambil manfaat dari Al-Qur`an, himpunlah hati anda ketika membaca dan mendengarkannya. Pasang telinga anda. Hadirkan diri anda seperti hadirnya orang yang diajak bicara oleh Allah l. Sesungguhnya ucapan itu tertuju kepada anda, yang disampaikan melalui lisan Rasul-Nya. Allah l berfirman:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (Qaf: 37)
Kesempurnaan pengaruh Al-Qur`an itu didukung adanya pengaruh yang menyampaikan, kesiapan untuk menerima, adanya syarat-syarat terwujudnya pengaruh tersebut, dan hilangnya penghalang-penghalang. (Al-Fawa`id, hal. 9)
Asy-Syaikh As-Sa’di t menjelaskan: “Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang bila dibacakan ayat Allah bertambah iman mereka.” Karena mereka memasang pendengaran mereka, menghadirkan hati mereka untuk mentadabburinya. Ketika itulah iman mereka bertambah. Karena mentadabburinya termasuk salah satu amalan hati. Juga karena tadabbur mengharuskan untuk meminta penjelasan atas makna yang tidak mereka ketahui. Atau, mengingat-ingat apa yang mereka lupa. Atau, terwujud dalam hati mereka kecintaan terhadap kebaikan dan besarnya harapan untuk mendapatkan kemuliaan dari Rabb mereka. Atau, muncul rasa takut dari murka-Nya. Atau, muncul sikap menghindar dari berbagai macam kemaksiatan. Semuanya ini adalah hal-hal yang akan menambah iman mereka. (Tafsir As-Sa’di, hal. 277)
Musik dan Nyanyian Menafikan Ketentraman dan Ketenangan yang Hakiki dalam Hati
Musik dan nyanyian di masa sekarang ini bagaikan benalu, atau menjadi sahabat karib yang jika berpisah akan mengguncangkan hidup seseorang. Di dalam rumah dengan segala macam aktivitasnya, bila tidak diiringi dengan musik dan berbagai bentuk nyanyian, tak ubahnya ruangan yang hampa bak kuburan yang sunyi dan sepi. Kantor-kantor, toko-toko, kendaraan-kendaraan umum dan pribadi, lapak kaki lima pun tidak ketinggalan. Ironisnya, pondok-pondok pesantren yang katanya tempat menimba ilmu-ilmu agama juga menjadi ajang suara setan tersebut. Lebih aneh lagi, rumah-rumah Allah l diramaikan dengan keharaman ini.
Demikianlah bila agama disingkirkan serta kepentingan hawa nafsu dan golongan dikedepankan. Ketenangan bukan lagi bersama Al-Qur`an. Kenyamanan bukan lagi dengan aqidah dan kekhusyukan, bukan lagi di majelis ilmu.
Musik dan Nyanyian Haram Hukumnya
Dalil-dalil yang menjelaskan tentang keharaman musik banyak sekali. Bahkan Ibnul Qayyim t dan lainnya telah mengumpulkannya sampai sepuluh hadits. Di antaranya:
1. Hadits Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ari z:
لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْمَعَازِفَ ... الخ
“Benar-benar akan ada pada umatku kaum yang menghalalkan zina, sutera, dan musik ….” dst1
2. Hadits Anas bin Malik z, dia berkata: Rasulullah n bersabda:
صَوْتَانِ مَلْعُونَانِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ: مِزْمَارٌ عِنْدَ نِعْمَةٍ وَرَنَّةٌ عِنْدَ مُصِيبَةٍ
“Dua suara yang dilaknat di dunia dan di akhirat: seruling ketika mendapatkan kenikmatan dan ratapan (suara jeritan) ketika ditimpa musibah.”2
3. Dari Abdullah bin ‘Abbas c, dia berkata: Rasulullah n bersabda:
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيَّ -أَوْ حُرِّمَ الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْكُوبَةُ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr, judi, dan suara gendang. Dan segala yang memabukkan adalah haram.”3
Musik dan Nyanyian adalah “Qur`an“ Setan dan Jeratannya
Ibnul Qayyim t menjelaskan: “Termasuk tipu daya musuh Allah l yang telah menipu orang-orang yang memiliki sedikit ilmu dan agama, serta dengannya dia menjerat hati-hati orang yang jahil dan ahli kebatilan adalah mendengar siulan, tepuk tangan dan nyanyian-nyanyian dengan alat-alat yang haram. Yang telah memalingkan hati dari Al-Qur`an dan menjadikannya untuk selalu berbuat kefasikan dan perbuatan-perbuatan maksiat. Semuanya merupakan “qur`an” setan dan hijab yang tebal antara dirinya dengan Allah l. Itu merupakan siulan homoseks dan para pezina. Dengannya seorang yang fasik mencapai kenikmatan. Itulah tipu daya setan terhadap jiwa-jiwa yang sesat.
Setan berusaha memperindah tipu daya tersebut dan menjadikan manusia terlena karenanya. Dengan mudah, setan menebar berbagai macam syubhat yang menyesatkan sehingga jiwa-jiwa tersebut menyambut segala bisikan itu. Dengan tipu daya setan itulah Al-Qur`an ditinggalkan. (Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatil Lahafan fi Mashayidi Asy-Syaithan, hal. 295)
Allah l berfirman:
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” (Luqman: 6)
Lahwal hadits yang dimaksud dalam ayat ini adalah nyanyian dan selainnya.
Abdullah bin ‘Abbas c mengatakan: “Ayat ini turun terkait dengan nyanyian dan semisalnya.”
Abdullah bin Mas’ud z ditanya tentang ayat ini, beliau berkata: “Itu adalah nyanyian, demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar selain-Nya.” Beliau mengulanginya tiga kali.
Ikrimah t dalam riwayat Syu’aib bin Yasar berkata: “Itu adalah nyanyian. Begitu juga pendapat Al-Imam Mujahid t.” (Tahrim Alat Ath-Tharb, karya Al-Imam Al-Albani, hal. 142)
Musik dan Nyanyian adalah Syi’ar Pezina, Pemabuk, Homoseks dan Orang Fasik
Al-Imam Malik t ditanya tentang nyanyian yang biasa dilakukan oleh penduduk Madinah. Beliau menjawab: “Sesungguhnya yang melakukan hal itu menurut kami adalah orang-orang fasik.”
Al-Imam Asy-Syafi’i t berkata: “Nyanyian adalah perkataan yang sia-sia, menyerupai kebatilan, sesuatu yang bersifat khayalan. Barangsiapa yang sering melakukannya, dia adalah orang yang tolol dan ditolak persaksiannya.”
Al-Imam An-Nawawi t menyatakan di dalam kitabnya Raudhatut Thalibin (11/228) pada bagian kedua: “Dan dia menyanyi dengan sebagian alat musik yang merupakan syi’ar para peminum khamr.”
Abu Ishaq t berkata: “Tidak sepantasnya bagi orang yang mencium aroma ilmu untuk tidak mengharamkan musik. Yang paling ringan (hukumnya) adalah bahwa (musik) merupakan syi’ar orang-orang fasik dan pemabuk.”
Abdullah bin Ahmad t berkata: “Aku bertanya kepada ayahku (Al-Imam Ahmad t) tentang nyanyian. Beliau berkata: ‘Nyanyian menumbuhkan kemunafikan di dalam hati dan tidak menyenangkanku’.” (Tahrim Alat Ath-Tharb karya Al-Imam Al-Albani t secara ringkas, hal. 299 dan seterusnya)
Wallahu a’lam bish-shawab

Hidayah Itu Mahal

         Pernahkah terpikirkan bahwa kita tengah berada dalam anugerah yang tiada ternilai dari Dzat yang memiliki kerajaan langit dan bumi, sementara begitu banyak orang yang dihalangi untuk memperolehnya?
Kita bisa tahu ajaran yang benar dari agama Islam ini. Tahu ini haq, itu batil... Ini tauhid, itu syirik.... Ini sunnah, itu bid'ah... Lalu kita dimudahkan untuk mengikuti yang haq dan meninggalkan yang batil. Sementara, banyak orang tidak mengerti mana yang benar dan mana yang sesat, atau ada yang tahu tapi tidak dimudahkan baginya untuk mengamalkan al-haq, malah ia gampang berbuat kebatilan.
Kita dapat berjalan mantap di bawah cahaya yang terang-benderang, sementara banyak orang yang tertatih meraba dalam kegelapan.
Kita tahu apa tujuan hidup kita dan kemana kita kan menuju. Sementara, ada orang-orang yang tidak tahu untuk apa sebenarnya mereka hidup. Bahkan kebanyakan mereka menganggap mereka hidup hanya untuk dunia, sekadar makan, minum, dan bersenang-senang di dalamnya.
Apa namanya semua yang kita miliki ini, wahai saudariku, kalau bukan anugerah terbesar, nikmat yang tiada ternilai? Inilah hidayah dan taufik dari Allah l kepada jalan-Nya yang lurus.
Dalam Tanzil-Nya, Allah l berfirman:
“Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (Al-Baqarah: 213)
Fadhilatusy Syaikh Al-’Allamah Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin t menerangkan dalam tafsirnya bahwa hidayah di sini maknanya adalah petunjuk dan taufik. Allah l berikan hidayah ini kepada orang yang pantas mendapatkannya, karena segala sesuatu yang dikaitkan dengan kehendak Allah l maka mesti mengikuti hikmah-Nya. Siapa yang beroleh hidayah maka memang ia pantas mendapatkannya. (Tafsir Al-Qur’anil Karim, 3/31)
Fadhilatusy Syaikh Shalih ibnu Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah ketika menjelaskan ayat:
beliau berkata, “Allah l tidak meletakkan hidayah di dalam hati kecuali kepada orang yang pantas mendapatkannya. Adapun orang yang tidak pantas memperolehnya, maka Allah l mengharamkannya beroleh hidayah tersebut. Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Memiliki hikmah, Maha Mulia lagi Maha Tinggi, tidak memberikan hidayah hati kepada setiap orang, namun hanya diberikannya kepada orang yang diketahui-Nya berhak mendapatkannya dan dia memang pantas. Sementara orang yang Dia ketahui tidak pantas beroleh hidayah dan tidak cocok, maka diharamkan dari hidayah tersebut.”
Asy-Syaikh yang mulia melanjutkan, “Di antara sebab terhalangnya seseorang dari beroleh hidayah adalah fanatik terhadap kebatilan dan semangat kesukuan, partai, golongan, dan semisalnya. Semua ini menjadi sebab seseorang tidak mendapatkan taufik dari Allah l. Siapa yang kebenaran telah jelas baginya namun tidak menerimanya, ia akan dihukum dengan terhalang dari hidayah. Ia dihukum dengan penyimpangan dan kesesatan, dan setelah itu ia tidak dapat menerima al-haq lagi. Maka di sini ada hasungan kepada orang yang telah sampai al-haq kepadanya untuk bersegera menerimanya. Jangan sampai ia menundanya atau mau pikir-pikir dahulu, karena kalau ia menundanya maka ia memang pantas diharamkan/dihalangi dari hidayah tersebut. Allah k berfirman:
“Maka tatkala mereka berpaling dari kebenaran, Allah memalingkan hati-hati mereka.” (Ash-Shaf: 5)
“Dan begitu pula Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada awal kalinya dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” (Al-An’am: 110) [I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, 1/357]
Perlu engkau ketahui, hidayah itu ada dua macam:
1. Hidayah yang bisa diberikan oleh makhluk, baik dari kalangan para nabi dan rasul, para da’i atau selain mereka. Ini dinamakan hidayah irsyad (bimbingan), dakwah dan bayan (keterangan). Hidayah inilah yang disebutkan dalam ayat:
“Sesungguhnya engkau (ya Muhammad) benar-benar memberi hidayah/petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Asy-Syura: 52)
2. Hidayah yang hanya bisa diberikan oleh Allah l, tidak selain-Nya. Ini dinamakan hidayah taufik. Hidayah inilah yang ditiadakan pada diri Rasulullah n, terlebih selain beliau, dalam ayat:
“Sesungguhnya engkau (ya Muhammad) tidak dapat memberi hidayah/petunjuk kepada orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah lah yang memberi hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Al-Qashash: 56)
Yang namanya manusia, baik ia da'i atau selainnya, hanya dapat membuka jalan di hadapan sesamanya. Ia memberikan penerangan dan bimbingan kepada mereka, mengajari mereka mana yang benar, mana yang salah. Adapun memasukkan orang lain ke dalam hidayah dan memasukkan iman ke dalam hati, maka tak ada seorang pun yang kuasa melakukannya, karena ini hak Allah l semata. (Al-Qaulul Mufid Syarhu Kitabit Tauhid, Ibnu Utsaimin, sebagaimana dinukil dalam Majmu’ Fatawa wa Rasa’il beliau, 9/340-341)
Saudariku, bersyukurlah kepada Allah l ketika engkau dapati dirimu termasuk orang yang dipilih-Nya untuk mendapatkan dua hidayah yang tersebut di atas. Karena berapa banyak orang yang telah sampai kepadanya hidayah irsyad, telah sampai padanya dakwah, telah sampai padanya al-haq, namun ia tidak dapat mengikutinya karena terhalang dari hidayah taufik. Sementara dirimu, ketika tahu al-haq dari al-batil, segera engkau pegang erat yang haq tersebut dan engkau empaskan kebatilan sejauh mungkin. Berarti hidayah taufik dari Rabbul Izzah menyertaimu. Tinggal sekarang, hidayah itu harus engkau jaga, karena ia sangat bernilai dan sangat penting bagi kehidupan kita. Ia harus menyertai kita bila ingin selamat di dunia, terlebih di akhirat. Bagaimana tidak? Sementara kita di setiap rakaat dalam shalat diperintah untuk memohon kepada Allah l hidayah kepada jalan yang lurus.
“Tunjukilah (berilah hidayah) kami kepada jalan yang lurus.” (Al-Fatihah: 6)
Bila timbul pertanyaan, bagaimana seorang mukmin meminta hidayah di setiap waktu shalatnya dan di luar shalatnya, sementara mukmin berarti ia telah beroleh hidayah? Bukankah dengan begitu berarti ia telah meminta apa yang sudah ada pada dirinya?
Al-Hafizh Ibnu Katsir t memberikan jawabannya: Allah l membimbing hamba-hamba-Nya untuk meminta hidayah, karena setiap insan membutuhkannya siang dan malam. Seorang hamba butuh kepada Allah l setiap saat untuk mengokohkannya di atas hidayah, agar hidayah itu bertambah dan terus-menerus dimilikinya. Karena seorang hamba tidak dapat memberikan kemanfaatan dan tidak dapat menolak kemudaratan dari dirinya, kecuali apa yang Allah l kehendaki. Allah k pun membimbing si hamba agar di setiap waktu memohon kepada-Nya pertolongan, kekokohan, dan taufik. Orang yang bahagia adalah orang yang diberi taufik oleh Allah k untuk memohon hidayah, karena Allah k telah memberikan jaminan untuk mengabulkan permintaan orang yang berdoa kepada-Nya di sepanjang malam dan di pengujung siang. Terlebih lagi bila si hamba dalam kondisi terjepit dan sangat membutuhkan bantuan-Nya. Ini sebanding dengan firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya…” (An-Nisa’: 136)
Dalam ayat ini, Allah k memerintahkan orang-orang yang telah beriman agar tetap beriman. Ini bukanlah perintah untuk melakukan sesuatu yang belum ada, karena yang dimaukan dengan perintah beriman di sini adalah hasungan agar tetap tsabat (kokoh), terus-menerus dan tidak berhenti melakukan amalan-amalan yang dapat membantu seseorang agar terus di atas keimanan. Wallahu a’lam. (Tafsir Al-Qur’anil 'Azhim, 1/38)
Berbahagialah dengan hidayah yang Allah l berikan kepadamu dan jangan biarkan hidayah itu berlalu darimu. Mintalah selalu kekokohan dan keistiqamahan di atas iman kepada Dzat Yang Maha Mengabulkan doa. Teruslah mempelajari agama Allah k. Hadirilah selalu majelis ilmu. Dekatlah dengan ulama, cintai mereka karena Allah k. Bergaullah dengan orang-orang shalih dan jauhi orang-orang jahat yang dapat merancukan pemahaman agamamu serta membuatmu terpikat dengan dunia. Semua ini sepantasnya engkau lakukan dalam upaya menjaga hidayah yang Allah k anugerahkan kepadamu. Satu lagi yang penting, jangan engkau jual agamamu karena menginginkan dunia, karena ingin harta, tahta, dan karena cinta kepada lawan jenis. Sekali-kali janganlah engkau kembali ke belakang. Kembali kepada masa lalu yang suram karena jauh dari hidayah dan bimbingan agama. Ingatlah:
“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32)
Kata Al-Imam Al-’Allamah Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi t, “Kebenaran dan kesesatan itu tidak ada perantara antara keduanya. Maka, siapa yang luput dari kebenaran mesti ia jatuh dalam kesesatan.” (Mahasinut Ta’wil, 6/24)
Lalu apa persangkaanmu dengan orang yang tahu kebenaran dari kebatilan, semula ia berjalan di atas kebenaran tersebut, berada di dalam hidayah, namun kemudian ia futur (patah semangat, tidak menetapi kebenaran lagi, red.) dan lisan halnya mengatakan ‘selamat tinggal kebenaran’? Wallahul Musta’an. Sungguh setan telah berhasil menipu dan mengempaskannya ke jurang yang sangat dalam.
Ya Allah, wahai Dzat Yang Membolak-balikkan hati tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu, di atas ketaatan kepada-Mu. Amin ya Rabbal ‘alamin ….
Wallahu a’lam bish-shawab.
(Abu Abdillah Al Fatih)

 
Jl. KH. Abdul Kadir Daud No. 22 Kota Palopo | Telp. (0471) 3334334 | Email: ikhwahpalopo@gmail.com